First Step – See, Hear, Feel and Understand
Salah satu mata kuliah wajib yang harus diambil saat ini
adalah Kuliah Kerja Nyata a.k.a KKN. Sejujurnya saja aku belum ada bayangan
apapun tentang mata kuliah ini, harus ngapain apa yang harus disiapkan, gimana
nanti pelaksanaannya dan sebagainya. Jadi saat memutuskan untuk ngambil
semester khusus ini pikirannku cuma biar libur lebaran gak nganggur di rumah
dan biar kuliahku cepet selesai.
Oke, pada akhirnya aku ditempatkan di kelompok yang sangat
majemuk. Sepuluh orang yang ada di kelompok ini berasal dari program studi yang
berbeda-beda, tentu saja tak hanya itu kemajemukannya, mereka juga pasti
mempunyai karakter dan sifat yang berbeda-beda. Dengan waktu yang sangat
singkat, harus dituntut mengenal dan mencoba memahami perbedaan itu. Ya,
berbekal nilai mutlak kuliah Observasi dan Wawancara, aplikasi ilmu itupun
dimulai. Selama beberapa hari, aku mengambil langkah aman dengan mencoba untuk
mengamati dan mendengar dulu. Setidaknya sejauh ini, aku merasa nyaman bekerja
sama dengan kelompok ini.
Begitu pula saat sudah berada di lokasi. Lokasi tempat KKN
ini terletak di sebuah pedukuhan kecil dengan kontur tanah yang bergelombang,
jalan tanah setapak yang naik turun, dan sedikit berada di dataran tinggi,
jarak rumah satu dan rumah yang lain cukup jauh. Suara lolongan anjing dan bau
limbah babi menjadi suatu hal yang harus mulai dibiasakan. Penerangan malam
hari yang tidak cukup memadai tertolong dengan rumah Host Fam yang cukup
layak dan terjamin fasilitasnya meski harus berjalan naik.
Sedikit yang baru bisa aku simpulkan adalah masyarakat di Dukuh
ini majemuk, terdiri dari berbagai aliran kepercayaan, penduduk yang sering
terlihat di daerah ini adalah golongan lansia dan anak-anak. Banyak kejadian di
daerah ini yang membuat penduduknya pindah keyakinan dan sampai sekarang belum
yakin dengan agama barunya meski sudah beberapa tahun pindah agama. Misalnya saja,
salah seorang warga mengaku muallaf, saat puasa pertama kemarin dia ikut sahur,
tapi saat diajak sholat dia mengaku belum siap untuk sholat karena saat
menjalankan sholat dia akan merasakan reaksi fisik yang kalo mengambil istilah
yang dipakai olehnya adalah “ndredek, adem panas”. Kondisi ini sedikit
banyak mengingatkan pada Kucur dan tentu saja semua kenangan yang berkaitan erat
dengannya. Yang jelas daerah Dukuh ini endemik malaria.
Ada satu kejadian lucu saat sholat tarawih kemarin malam. Aku
dan Weni datang telat ke masjid, sampainya di sana, ada seorang anak perempuan,
namanya Putri, kelas 2 SD yang tiba-tiba datang dan agak keras menepuk pundakku
dan mengajak salaman. Dia pun pindah shaf ke sampingku. Selama jeda sholat, dia
sempat menepuk pipiku keras, meski kaget aku mencoba untuk tetap ‘manis’. Ternyata
dia cuma mau bilang kalau gigi depannya yang ‘gigis’ itu mau copot. Tak cukup
sampai disitu, saat bangun dari sujud dan duduk takhiyat aku tak sengaja
menyenggol badannya dan dia membalas mendorong badanku ke samping. Ya, mungkin
ini caranya untuk ingin lebih dekat dan menyapa, meski aneh dan sedikit membuatku
merasa gak nyaman buatku, tapi setidaknya ini membuatku belajar untuk lebih
sabar menghadapi anak-anak. Memang, masih perlu melihat dan mendengar banyak
hal lagi agar bisa merasakan dan memahami kehidupan dengan lebih bijak.
Read Users' Comments (0)