Jogja, salah satu diantara dua daerah istimewa di Indonesia
selain Aceh. Alasan aku milih kuliah di Jogja? Eemm, actually I’ve no reason for that. Just trying to touch down in different
place. Kayaknya tulisan ini bakalan panjang, jadi aku nulisnya beberapa
kategori. Kategori pertama ini, eemmm apa yaa topiknyaa?? Eeemmm pokoknya
tentang pengalaman pribadi aku aja dulu, yang aku rasain sendiri, banyakan sih pengalaman
suram yang membawa pencerahan. Hhahaha ..
Karena aku di Jogja, yang paling jelas kerasa dan berbeda
adalah merasakan GEMPA dan GUNUNG MELETUS. Jogja merupakan salah satu daerah
yang komplit, punya gunung berapi, punya laut yang selatan banyak banget. Pertama
kali ngerasain gempa sekitar semester satu, tapi waktu tepatnya aku lupa. Yang
jelas kejadiannya malam hari, sekitar pukul 2
atau 3 dini hari. Aku yang belum pernah merasakan gempa sebelumnya jelas
gak peka, apalagi waktu kejadian itu aku senang tidur terlelap. Memang sih, aku
masih inget kalau waktu itu aku denger suara kaca buffet kamarku bergetar, tapi tidak membuatku bereaksi sampai
akhirnya om dan tante menggedor pintu kamarku dan berkata kalau saat itu gempa.
Begitu keluar rumah ternyata tetangga udah rame ngumpul di jalan, seingetku aku
waktu itu sms ngabarin Mas Zak. Sampai gempa terakhir, kurang lebih sekitar
bulan Februari atau Maret yang lalu, aku masih belum begitu peka sama yang
namanya gempa. Padahal tiga tahun di Jogja, kayaknya ada kali 10an kejadian
gempa. Gempa terakhir kurasakan saat aku selesai kuliah ModPri dan lagi jaga
ruang baca sendirian di lantai 3. Lagi asyik duduk di depan komputer tiba-tiba
rasanya goyang-goyang, masih sempet ngetweet dan mikir sampai akhirnya aku
bener-bener sadar kalau sedang gempa, buru-buru keluar ruang baca tapi tak
sempat turun tangga karena gak mungkin aku mau loncat dari lantai 3, jadi cuma
bisa pasrah aja. Gempa terakhir ini yang paling kerasa dan cukup lama setelah
gempa saat aku di togamas bareng Kintan.
Begitu turun ke lantai 1, aku pun langsung mengirim pesan-pesan ke Mas
Zak kalau-kalau terjadi apa-apa sama aku, dan malah diomelin sama dia dan
bilang aku terlalu banyak nonton film korea.. --“
Karena aku di Jogja, aku juga ngerasain yang namanya
semburan lahar dingin dari gunung berapi yang meletus. Kejadian itu sekitar
bulan Oktober – November 2010. Letusan besar pertama seingetku tanggal 25
Oktober, setelah beberapa hari agak mereda, ternyata tanggal 5 November terjadi lagi letusan yang lebih
besar. Padaha sehari sebelumnya, alias 4 November abis nonton bareng Step Up 3
di XXI Udjo sama temen-temen. Waktu itu kondisi di Jogja sangat mencekam.
Selama beberapa minggu, langit Jogja abu-abu semua, dimana-mana ada debu,
nutupin jalan, nutupin tumbuhan, nutupin bangungan, nutupin semuanya, semua
orang pake masker. Jadi, kalau naruh motor gitu, sebentar aja pasti udah banyak
debu vulkanik yang nempel. Aku sempat jadi relawan dari Psikologi untuk proses
rehabilitasi mental pasca bencana (meskipun pada awalnya, pas masi baru-baru
meletus sempet kabur pulang ke rumah karena takut). Beberapa bulan kemudian aku
sempet mengunjungi merapi pasca erupsi sama temen-temen dan jugaaaaa Mas Zak.





Yang lebih penting, karena aku di Jogja aku jadi LDR sama
Mas Zak. Eemm, awalnya berat, banget malah. Apalagi sempet ada beberapa
kejadian yang cukup untuk shock therapy
buat aku. Ya, gimana ya, punya pacar tenar dan baik itu lumayan melatih
kesabaran dan kepercayaan. Mulai maraknya Social
Media, kayak Facebook benar-benar menguji semuanya. Dari saat masih di MAN dulu,
Mas Zak itu orangnya emang baik sama semuanya, jadi ya kalo sampe ada beberapa
orang yang ngerasa gimana gitu ya wajar. Bikin salah paham sih iya, gak bisa
dibilang berantem juga sih, paling cuma jadi diem-dieman dan saling nyalahin
diri sendiri *catet..!! nyalahin diri sendiri-bukan nyalahin pasangan*. Tapi,
lambat laun aku belajar banyak hal, sampai akhirnya kami jadi tau bagaimana
agar komunikasi tetap setara dan berjalan baik. Selain itu, dukungan selalu
mengalir dari banyak pihak, teman-teman di MAN, teman-teman kuliahku di Jogja,
dan mungkin para asatidz, hhehee. Inilah yang patut aku syukuri, karena sampai
sejauh dan selama ini, kami masih tetap bisa berjalan bersama sesuai komitmen
awal yang dulu pernah kami buat, saling percaya, mengerti, memahami dan masih
terus belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik bagi pasangan
*eciiiiee-ngomong apaan sih aku ini?? --?* . Ya, rasanya aku kayak minum obat,
pahit banget, nggak enak banget, tapi menyembuhkan dan menyegarkan. Now, I feel more stronger than before, and
of course I’ve a lot of knowledge how to manage this relationship with my dear,
Mas Zak. Thanks a lot. :’)