Saat Satu Pintu yang Lain Terbuka

This is my day. Seminar proposal. Setelah telat 3 bulan dari deadline yang aku bikin sendiri. Setelah minus mata nambah karena menelusuri jurnal-jurnal berbahasa asing yang seabreg. Setelah stok mood yang menipis akibat naik turun tak tentu bak roller coaster selama berbulan-bulan. Setelah mengalami psikosomatis yang cukup mengganggu dan tidak menyenangkan. Akhirnya hari ini datang juga, wahai seminar proposal.

Satu momen dimana diskusi terbuka digelar. Saat satu pintu sudah tidak mampu melihat lagi perlengkapan apa saja yang perlu dibawa saat berjalan dari sebuah penelitian berjalan, perlu untuk membuka pintu lain agar jalannya lebih terlihat jelas. Just call me an idealism person, yes I am. Sengaja memilih satu pintu lain yang aku tahu pasti jalan yang terlihat dari pintu baru ini agak berliku dan lebih detail. Tapi, bukankah itu fungsinya? Memilih jalan yang lebih detail. Biar perlengkapan yang harus dibawa benar-benar sesuai dan pas dengan apa yang kita butuhkan saat perjalanan penelitian nanti. Biar hasilnya juga bisa jauh lebih maksimal dan worth it.

Apapun yang aku dapet hari ini semoga bisa lebih menerangkan jalan menuju kelulusan skripsi dengan baik dan hasilnya bisa benar-benar memberi manfaat yang lebih luas daripada hanya sekedar memberiku gelar sarjana.  Karena ada tanggung jawab yang besar yang menanti dibalik sebuah gelar kan?

*note: tulisan ini dibuat sebenarnya hanya sebagai salah satu media affirmasi positif untuk diri sendiri aja sih. Setelah agak shock dengan begitu banyak catatan revisi yang harus segera diperbaiki. Anyway, makasih buat semua temen-temen yang mau datang tadi pagi. Maaf kalo ada yg sampe gak kebaikan kursi di dalem ruang seminar. Kalo aja aku boleh minjem ruang interactive center ya? Hhahahaha.. #psychol09y , kalian keren guys.. 

catatan revisiku sepanjang ini..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Time Traveler


Melihat microphone di ruang pengumuman salah satu sekolah menengah pertama swasta favorit di Yogyakarta membuatku memutar kembali kenangan masa lalu. Ya ampun, dulu aku pernah beberapa kali berdiri di tempat yang serupa, suaraku pernah mengisi ruang-ruang di seluruh penjuru sekolah menutup pertemuan sekolah hari itu dengan bacaan asmaul husna bersama beberapa teman sekelas. Mari kita lihat aktivitas yang lain, beberapa siswa minta izin ke guru piket untuk menanyakan apakah ada tugas dari guru yang berhalangan masuk kelas atau izin untuk pulang duluan. Tergambar jelas diingatanku bagaimana tata letak ruang piket dan microphone di sekolahku dulu. Tepat di sisi kanan pintu masuk ruang guru yang super luas. Di situlah terletak kubikel yang berisi meja panjang untuk guru piket dan di belakangnya microphone dan bel sekolah. Aku masih ingat bagaimana bunyi bel sekolah saat bel di SMP itu berbunyi menandakan pergantian jam pelajaran atau istirahat. Dulu aku senang sekali kalau kebagian mencet bel pulang sekolah setelah melantunkan asmaul husna, rasanya seperti membebaskan ratusan siswa sekolah dari jerat kepenatan dan bosan setelah seharian beraktivitas di sekolah. Hhihihi :)

Saat istirahat beberapa siswa laki-laki bermain sepak bola mini di lapangan tengah, sedangkan beberapa siswi perempuan berlarian dengan teman sekelompoknya, entah kemana. Ah, aku ingat sekali bagaimana rasanya berjalan di pinggir lapangan saat ingin jajan ke kantin sekolah. Suasana yang riuh karena aktivitas dan teriakan di lapangan, belum lagi para siswi yang kalau jalan pasti sambil ngobrol dan kadang suaranya sampai terdengar kemana-mana. Aktivitas saat istirahat memang menyenangkan. Duduk di depan kelas sambil makan jajan, ngeliatin permainan sepak bola mini, atau nungguin Mas Zak lewat *eh hhahahaha :P

Saat berkesempatan lewat kantin SMP itu, yang terbayang diingatanku malah gerobak baksonya Pak Imam, gerobak mie pangsitnya Pak Yan, kubikel-kubikel kantin punya Bu Iffa dan yang lainnya. Waktu awal di sekolah dulu, kantin belum bagus, masih beratap seng. Jadi sangat panas, apalagi kalau jam istirahat atau makan siang saat semua siswa di sekolah tumplek blek di kantin. Terkadang bikin males ke kantin, dan alternatifnya agar tetap bisa memenuhi hak si tummy ya nitip temen. Tapi masuk tahun kedua renovasi kantin bikin kantin jadi sangat nyaman dan jadi betah lama-lama di kantin. Aku dan teman-teman sekelas dulu senang sekali ngumpul di kantin pas pulang sekolah, menyatukan dua meja bundar besar, ngambil kursi kesana-kemari dan akhirnya makan dan terkadang sambil melakukan hal-hal konyol.

Ternyata orang yang aku tunggu dari pagi adalah guru UKS juga, jadi aku diantar ke UKS SMP itu. Dulu buatku UKS jadi salah satu tempat untuk nyari-nyari Mas Zak *eh keceplosan, hhahhaa :P. Tapi itu benar, waktu kelas tiga, jurusanku kelasnya terpisah dari jurusan IPA/IPS. Mereka di gedung depan, sedangkan kelasku dan aksel di gedung samping yang berbatasan langsung dengan MTs madrasah terpadu dan kelasnya Mas Zak cuma terpisah dua ruang dari ruang UKS. Jadi aku paling seneng kalau nganter temen ke UKS, ngambil spidol atau hanya ngisi tintanya saja, apapun itu asalkan ke gedung bagian depan aku mau lah pokoknya.

Ah, kunjunganku ke SMP hari itu harus disudahi. Meski harus nunggu berjam-jam untuk ngurus surat izin penelitian tapi ternyata aku sangat menikmatinya. Karena tak terasa saat menunggu itu membawaku kembali menjelajahi waktu yang pernah kulewati di sekolah dulu. Sekolah yang kini aku yakin pasti sudah banyak perubahan dan pasti sudah jauh lebih baik daripada saat aku tinggalkan beberapa tahun yang lalu. Ternyata mengingat saja membuatku sebegini bahagianya pernah tinggal di sekolah itu. Jadi pengen maen ke sana. Kapan ya?? Hhmm.. :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS